TEMPO.CO, Jakarta - Eksistensi Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dinilai tetap dibutuhkan karena sektor jasa keuangan di masa mendatang bakal makin kompleks seiring kemajuan zaman. "Diperlukan lembaga pengawas yang kredibel dan mumpuni untuk mengatur dinamika yang terjadi, serta dapat secara baik memitigasi setiap risiko yang muncul," ujar Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, Selasa, 22 September 2020.
Hal tersebut disampaikan Eko merespon salah satu poin di revisi Undang-undang Bank Indonesia yang tengah digodok di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam beleid itu disebutkan pengembalian fungsi pengawasan bank dari OJK ke BI secara bertahap dan dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2023.
Hal tersebut tercantum dalam dokumen Rancangan Undang-undang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menegaskan fungsi pengawasan bank miliki Otoritas Jasa Keuangan akan dialihkan kepada Bank Indonesia.
Dalam dokumen itu tertulis proses pengalihan kembali fungsi pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan kepada Bank Indonesia dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat-syarat.
"Yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,” seperti dikutip dari ayat 3 Pasal 34 dalam rancangan undang-undang tersebut, Jumat, 18 September 2020.
Lebih jauh, Eko menjelaskan, OJK diperlukan agar bisa mengatur dan mengembangkan sektor keuangan dalam menghadapi berbagai macam tantangan tersebut. Terlebih saat ini dinamika di sektor jasa keuangan baik bank maupun non bank dan pasar modal semakin kompleks.
Oleh karena itu, kata Eko, OJK sebagai wasit harus bertindak adil, transparan, dan independen dalam menjaga kompetisi maupun interelasi antar entitas sektor jasa keuangan yang terjadi di dalamnya.